Beberapa hari yang lalu, tempat kerja saya ada event yang cukup besar. Dikatakan besar karena yang hadir adalah beberapa pejabat Negara. Mengingat tamunya adalah tamu Negara, makanya acara kami melibatkan protokoler kabupaten.
Kalau ditanya sukses atau tidaknya, maka jawaban diplomatis saya adalah berbanding lurus dengan persiapan sebelum hari H. Jadi kalo emang persiapannya matang, maka hasilnya juga memuaskan. Dan kalo persiapannya kurang matang, maka hasilnya juga tidak bisa memuaskan.
Fokus kita sekarang adalah pada H+. Jadi meskipun acara sudah selesai, ternyata beberapa rekan masih sangat memberikan kepedulian kepada saya dan rekan saya. Ada komplain yang ditujukan secara tidak langsung (baca : ngomongin di belakang) pada kami. Memang, kami melakukan kesalahan. Kami datang terlambat ke lokasi acara. Itu fakta dan kami akui kesalahan itu. Tapi kami merasa sudah made up for that mistake. Tanggung jawab yang diberikan pada kami telah diselesaikan.
But still, tidak bisa dipungkiri bahwa orang lain pasti mempunyai penilaian tersendiri mengenai kinerja kami. Dan dapat dipastikan pula bahwa tidak semuanya mempunyai penilaian yang sama dengan kami.
Apapun itu, buat saya pribadi, banyak sekali yang bisa dipelajari dari acara kemarin. Baik secara teknis maupun non teknis pelaksanaan. Ada banyak should’ve would’ve dan could’ve yang lewat dikepala saya. Pada saat acara saya sudah mengambil keputusan. Dan saya berpendapat, lebih baik membuat keputusan daripada tidak memutuskan apa-apa, meskipun in the end it was a mistake. I made an action and proud of it.
Menyesal atas kesalahan ataupun marah karena komplain yang salah alamat sudah tidak ada gunanya. Acara sudah berakhir. Khusus terhadap komplain salah alamat tersebut, saya mencoba tidak ambil pusing.Toh komplain dilayangkan oleh orang yang tidak tahu apa-apa. Saya rasa wajarlah kalo salah konteks. Adalah buang-buang energi jika harus menanggapi hal tersebut, dan ujungnya kami hanya akan saling menyakiti perasaan masing-masing. Kami dan mereka adalah individu yang mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam melihat masalah yang ada.
Saya masih belajar untuk memandang segala sesuatu dengan sudut pandang yang positif. Untuk masalah diatas pun juga sama. Saya sangat berterima kasih karena kinerja kami sudah diperhatikan. Siapa tahu, mungkin memang mereka dapat menjalankan tanggung jawab lebih baik daripada kami. Saya pada khususnya, masih harus banyak belajar.
Saya pun masih belajar untuk bersabar dalam menghadapi komplain. Saya sadar, saya adalah tipe orang yang gampang menyakiti orang lain dengan ucapan saya. Hal-hal seperti diatas adalah sebuah latihan bagi saya untuk berpikir sebelum berucap, menggunakan nada dan pilihan kata yang tepat dalam pengucapannya. Selalu berpikir ulang mengenai resiko ucapan saya, karena belum tentu mereka bisa menerima dan tidak sakit hati atas ucapan saya.
Untuk penutup curhat saya kali ini, saya mau ngasih kutipan dari bos HRD saya, Beliau bilang “lebih gampang jadi penonton daripada pemain”. Penonton kan bisanya cuman memaki kalo pemainnya melakukan kesalahan. “Harusnya begini..” atau “Kenapa ngga begitu seh??” Padahal belum tentu penonton bisa bermain seperti pemain yang dimaki tersebut, hehehe...
We can’t please everybody. Karena meskipun katanya kita dalam satu tim, tapi kan kita ada banyak kepala. Kepala-kepala tersebut pasti memandang hal yang sama dengan sudut pandang yang berbeda. Konflik dari perbedaan itu pasti akan ada. Jika tidak ingin terlibat konflik ya jangan bersosialisasi. Nikmati aja konflik yang ada dan jadikan pembelajaran untuk jadi manusia yang lebih baik di masa yang akan datang.
No comments:
Post a Comment