Mungkin ini telat, tapi entahlah.. hari Minggu kemarin saya seperti mendapat pencerahan untuk menulis tentang perjalanan rumah yang saya tinggali saat ini. Ada hal yang tadinya tidak ada, sekarang ada. Mungkin ada pengaruh dari saya yang menemani teman saya (Jay dan Tee)membeli barang dari hasil uang jasa selama dia bekerja. Jay bilang dia mengeluarkan uang cukup banyak untuk membeli barang tersebut, tapi disanggah oleh Tee. Tee mengatakan yang penting duit yang kita keluarkan ada wujudnya. Bukan habis dipakai untuk bersenang-senang. Hmm.. Bukan sekali ini saya dengar orang mengatakan hal tersebut.
OK, sedikit flashback, saya resmi pindah dari rumah orang tua tanggal 1 Januari 2011. Alasannya cukup simple, supaya tanggal pindah mudah diingat.
Ketika saya pindahan, tidak ada seremoni yang besar. Tidak ada truk pengangkut barang, tidak ada syukuran besar-besaran dan tidak ada woro-woro ke sanak famili diluar orang tua dan adik-adik saya.
Saya ingin merasakan sensasi menjalani hidup dalam keterbatasan finansial. Mungkin terdengar aneh, tapi itulah yang saya inginkan. Rumah memang sudah dilunasi oleh orang tua, tapi saya bertekad untuk mengisi rumah dengan hasil keringat saya sendiri. Tidak mudah (atau mungkin saya yang tidak tahu caranya) untuk meyakinkan orang tua supaya letting me go. Masih ada tawaran bantuan secara finansial yang diberikan pada saya. Harga diri saya sudah cukup terluka ketika ayah saya membelikan lemari baju untuk saya. Alasan beliau karena ukuran lemari yang saya mampu beli terlalu kecil.
Dari sepenggal flashback diatas, bisa disimpulkan bahwa rumah yang saya tinggal belum banyak perabotnya. Waktu itu saya hanya punya kompor hob, mesin cuci, kulkas, tempat tidur, lemari baju dan meja setrika. Jangankan TV, set kursi tamu aja ngga ada, set meja makan ngga punya, set lemari dapur juga kosong. Hiburan saya waktu itu hanya netbook dan internet dengan koneksi seadanya.
Tapi seiring berjalannya waktu, pelan-pelan jumlah uang tabungan bertambah. Waktu itu, saya beli lemari dapur. Harganya sekitar 2 jutaan. Baru saat lemari dapur saya selesai dipasang, saya merasakan perasaan “Ini lho, aku beli pake duitku sendiri” untuk pertama kalinya. Meskipun sebelumnya saya sudah punya kulkas dan mesin cuci. Perasaan itu sangat menyenangkan. Lemari dapur tersebut (menurut saya) adalah yang paling cantik, tetangga saya ngga bakal punya! Hahaha… norak memang..
Setelah lemari dapur, target pembelian berikutnya adalah set meja makan. Setelah merasa duit di tabungan cukup, saya (ya, dibantu ayah juga..) sedikit pede untuk tanya harga. Setelah ketemu model dan harga yang disetujui, tibalah set meja makan di Sulfat Erfina. Tepatnya H-1 sebelum lebaran. Waktu itu, ruang makan yang tadinya kosong, terasa penuh. Kursi makan yang dibungkus kain dengan motif bunga warna merah, serasa besar dan menghabiskan space ruang makan!
Target selanjutnya adalah Sofa untuk ruang tamu atau TV. Dan Alhamdulillah, karena ada rejeki tambahan, yang tadinya harus pilih salah satu, ternyata bisa terbeli dua-duanya. Sekitar bulan Oktober, saya diberikan waktu untuk beli LED TV cantik berwarna putih, Sofabed warna hitam, meja TV yang minimalis serta karpet sebagai pemanis lantai didepan sofabed. Alhamdulillah…
Memang masih ada hal yang ingin saya miliki, tapi itu sifatnya tersier. Masih bisa menunggu. Kalau mengingat barang-barang yang sudah bisa saya beli di tahun lalu, saya tidak bisa berhenti mengucap syukur. Tidak bisa berhenti merasa amazed. Semua memang membutuhkan proses, dan jika kita bisa survive selama proses itu berjalan, maka kita (utamanya saya) adalah orang sukses!
No comments:
Post a Comment